Sympathetic Dystrophy
Tubuh manusia memiliki dua sistem saraf. Salah satunya disebut sebagai sistem somatis. Sistem ini meliputi semua syaraf yang berkaitan dengan sensasi perasaan, sentuhan, organ indrawi, rasa hangat, rasa dingin, rasa sakit, dan gerakan.
Sistem lainnya disebut sebagai sistem syaraf otonom, yang bekerja dengan sangat baik tanpa perlu kita pengaruhi secara sadar. Sistem ini mengendalikan, antara lain, pernapasan dan fungsi pencernaan, lambung, serta kandung kemih.
Lebih jauh lagi, sistem syaraf otonom dibagi dua, yaitu sistem syaraf simpatis dam sistem syaraf parasimpatis, yang masing-masing memiliki fungsi yang saling bertolak belakang.
Sebagai contoh, sistem syaraf simpatis dapat mempercepat detak jantung sementara sistem syaraf parasimpatis memperlambat detak jantung. Ketika anda sehat, kedua sistem ini berada pada keadaan seimbang.
Kedua sistem ini juga mengatur tekanan darah dengan mempersempit atau melemaskan arteri kecil di bagian parifer tubuh. Fungsi ini berguna dalam keadaan bahaya. Ketika ada keadaan bahaya, pembuluh darah di kulit secara otomatis menyempit, sehingga dengan demikian darah dialirkan ke otot, jantung, dan otak sebanyak yang dibutuhkan.
Sistem tersebut sangat efektif dan efisien ketika dapat bekerja dengan baik. Kedua sistem tersebut tidak bekerja dengan baik ketika keduanya melakukan fungsi-fungsi yang seharusnya dilakukan dalam keadaan bahaya pada saat tidak ada bahaya.
Ketika sebuah syaraf somatis besar terganggu, terutama jika syaraf tersebut hanya terpotong sebagian, beberapa fungsinya hilang. Jika hal ini terjadi, syaraf simpatis akan berusaha untuk mengambil alih. Saya katakan "berusaha" karena pengambilalihan tersebut tidak terlalu berhasil.
Dalam usahanya untuk menggantikan fungsi syaraf yang rusak, syaraf simpatis cenderung terlalu banyak menyempitkan pembuluh darah. Kondisi ini disebut sebagai Sympathetic dystropy.
Keadaan ini ditemukan oleh dokter pengamat, Dr. Weir Mitchell, pada saat Perang Saudara di Amerika. Dr. Mitchell menyebut kondisi tersebut "causalgia", yang artinya adalah rasa sakit yang membakar. Nama tersebut menggambarkan Dengan tepat apa yang dirasakan oleh pasien.
Jika pembuluh darah menyempit, darah yang mengalir ke bagian ujung-ujung, kaki, dan beberapa bagian lain dari tubuh tidaklah cukup. Kalau hal ini terjadi, bagian ujung yang terkait, (paling sering tangan atau kaki) menjadi dingin. Bagian tersebut juga menjadi pucat atau biru dan menjadi sangat sensitif terjadap sentuhan. Kerusakan yang cukup parah dapat terjadi pada pembuluh darah, otot, syaraf, dan bahkan tulang. Jika kondisi tersebut berlangsung lama, dapat timbul kerusakan yang permanen.
Untunglah, kita dapat menghentikan aktivitas syaraf simpatis dengan menyuntikkan anestesi lokal ke ganglion, pusat syaraf. Syaraf tersebut, sebagai akibarnya, akan ditidurkan untuk sementara dan melepaskan pembuluh darah di area yang dipengaruhinya. Sebagau akibatnya, bagian yang dipengaruhi menjadi hangat dan tidak terasa sakit. Efek tersebut mengagumkan, namun injeksi tersebut harus diulang terus.
Setelah beberapa waktu, jarak waktu antarinjeksi menjadi semakin lama
Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas syaraf simpatis menjadi semakin berkurang. Ada juga beberapa obat yang digunakan dengan cara diminum yang memiliki efek yang setara.
Cara lain untuk melawan sensasi dingin afalah dengan menggunakan tekhnik-tekhnik Reaksi Relaksasi tertentu yang dikombinasikan dengan gambaran visual. Anda dapat benar-benar menggambarkan efek dari injeksi tersebut dengan menggunakan imajinasi anda. Ingat, pikiran lebih kuat daripada tubuh.
Perhatikan kisah mengenai Ella.
Ella, seorang perempuan berusia akhir tiga puluhan, telah mengalami kecelakaan kerja di mana tangannya terperangkap di sebuah mesin giling dan terluka parah. Ia datang ke kantor saya dengan menggendong tangan kirinya di atas sebuah bantal yang disangga oleh tangan kanannya. Ia menderita Sympathetic dystropy di tangan kirinya. Tangan tersebut berwarna biru pucat dan sangat dingin karena arteri do bagian tersebut telah menyempit dan hampir-hampir menutup.
Kami mencoba injeksi, dan Ella bereaksi cukup baik. Injeksi tersebut menyebabkan rasa hangat yang segera di tangannya. Tangan tersebut menjadi berwarna merah muda dan rasa sakitnya berkurang.
Akan tetapi, Ella tidak mau terus-menerus disuntik. Ia tidak suka disuntik. Jadi saya berusaha bersama Ella, mengajari teknik-teknik relaksasi yang membantu peredaran darah dan membuat ia bisa menghindari serangkaian suntikan.
Kami juga melakukan beberapa teknik gambaran visual. Saya memintanya untuk membayangkan bahwa ia meredam tangannya ke dalam sebaskom air panas, dengan uap air mengepul di dari tangannya. Teknik-teknik tersebut tampaknya berhasil untuknya.